Penjualan Barang Milik Negara (BMN) berupa Kapal Floating Storage Offloading (FSO) Ardjuna Sakti telah disetujui DPR melalui mekanisme Rapat Paripurna DPR RI yang berlangsung Senin (20/9).
Kapal FSO Ardjuna Sakti sendiri adalah BMN yang merupakan fasilitas produksi berupa kapal storage LPG KKKS BP Indonesia Berau di Laut Jawa yang saat ini nilai bukunya sudah Rp0. Kapal memiliki dimensi panjang 140,51 m, lebar 41,45 m dan tinggi 17,07 m dan sudah dioperasikan selama 29 tahun untuk penyimpanan gas alam yang telah diproses menjadi LPG.
SILANEWS - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui mekanisme rapat paripurna baru saja menyetujui rencana penjualan Barang Milik Negara (BMN) berupa Kapal Floating Storage Offloading (FSO) 'Ardjuna Sakti' (20/9).
Kepala Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara (PPBMN) Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM), Sumartono menyatakan bahwa persetujuan ini menjadi kabar baik pengelolaan BMN di Kementerian ESDM.
"Adanya persetujuan penjualan dari DPR ini merupakan kolaborasi antar stakeholder, sekaligus menjadi kabar baik pengelolaan BMN di Kementerian ESDM, terutama dalam rangka mengurangi biaya perawatan BMN yang terbengkalai (idle)," ungkap Sumartono.
Baca Juga: HUT Pertambangan dan Energi 2022 Targetkan Donor 200 Kantong Darah ke PMI
Berdasar kronologisnya, pada tahun 2008, kapal tersebut diserahterimakan kepada Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas) KESDM, sebagaimana surat Menteri Keuangan Nomor S-202/MK.6/2008 tanggal 12 September 2008, karena telah selesai umur ekonomisnya dan diserahkan kepada negara.
Sejak tahun 2010, kapal FSO ini dinyatakan sudah tidak layak untuk dimanfaatkan dan dioperasikan, kondisinya rusak berat, tidak ekonomis untuk diperbaiki, sehingga Kementerian ESDM mengusulkan proses pemindahtanganan BMN melalui penjualan sejak tahun 2012.
Pada awalnya, Kapal FSO akan digunakan untuk mendukung program konversi dari BBM ke Gas, namun dalam perjalanannya, Kapal FSO Ardjuna Sakti, tidak dapat digunakan sebagai Floadding Storage Gas, mengingat untuk perbaikannya memerlukan biaya yang sangat besar.
Sejak pertama kali diserahkan, kapal FSO Ardjuna Sakti bersandar di Pelabuhan PT KBS Cilegon.
Biaya penambatan/sandar sandar kapal FSO tersebut telah membebani APBN, selama proses persetujuan penjualan oleh DPR, Kementerian ESDM tetap memiliki kewajiban untuk membayar biaya sandar setiap tahunnya.
Biaya yang telah dibayar selama tahun 2009 sampai dengan tahun 2020 berdasarkan hasil Audit dan Review BPKP sebesar Rp76 Milyar, sedangkan tagihan biaya sandar yang belum dibayarkan tahun 2021-2022 sebanyak Rp6,9 Milyar.
Artikel Terkait
Kementerian ESDM Gunakan Aplikasi SI UJANG GATRIK Untuk Layanan Keselamatan Ketenagalistrikan
Kementerian ESDM Gandeng PLN dan Pertamina untuk Genjot Penggunaan 'Kendaraan Listrik Berbasis Baterai'
Menteri ESDM Buka ‘The 46th IPA CONVEX‘ dan Sampaikan Potensi Bisnis Hulu Migas Indonesia