Ganti Rugi Budak Seks dan Kerja Paksa Selama Perang Dunia II

- Jumat, 16 September 2022 | 23:12 WIB
Ganti rugi budak seks dan kerja paksa yang terjadi di Korea Selatan selama Perang Dunia (PD) II, belumlah selesai. (KlausHausmann/Pixabay.com)
Ganti rugi budak seks dan kerja paksa yang terjadi di Korea Selatan selama Perang Dunia (PD) II, belumlah selesai. (KlausHausmann/Pixabay.com)

SILANEWS - Ganti rugi budak seks dan kerja paksa yang terjadi di Korea Selatan selama Perang Dunia (PD) II, belumlah selesai.

Tekanan untuk menyelesaikan perselisihan historis antara Jepang dengan Korea Selatan meningkat ketika pengadilan tinggi Seoul akan memeriksa kembali kasus masa lalu.

Tuntutan Korea Selatan diperkirakan dapat membuat aset beberapa perusahaan Jepang dijual untuk memberi kompensasi kepada pekerja masa perang Korea.

Baca Juga: Dharma Wanita KBRI Canberra Gelar 'The Beauty of Javanese Batik and Modern Indonesian Culinary'

Kasus ini adalah satu dari lusinan kasus yang diajukan orang Korea Selatan terhadap Jepang, yang menjajah semenanjung Korea dari 1910 – 1945.

Mereka meminta ganti rugi untuk kerja paksa dan perbudakan seksual di rumah bordil militer Jepang selama Perang Dunia (PD) II.

Mahkamah Agung Korea Selatan, dalam serangkaian keputusan penting pada 2018, telah memerintahkan Mitsubishi Heavy Industries dan Nippon Steel Jepang untuk memberikan kompensasi kepada 14 orang mantan pekerja atas perlakuan brutal dan kerja tidak dibayar mereka.

Baca Juga: Begini Cara KJRI di Ho Chi Minh City di Vietnam Mendukung 'Trade Expo Indonesia 2022'

Banyak dari mereka sekarang berusia 90-an, dan beberapa telah meninggal sejak putusan dikeluarkan, tanpa melihat kompensasi apa pun.

“Saya tidak bisa meninggal sebelum menerima permintaan maaf dari Jepang,” salah satu mantan buruh, Yang Geum-deok, menulis dalam sebuah surat baru-baru ini kepada pemerintah Korea Selatan.

Pria berusia 93 tahun, yang dikirim untuk bekerja di sebuah pabrik pesawat Mitsubishi pada 1944, ketika dia berusia 14 tahun, mengatakan bahwa perusahaan Jepang “perlu meminta maaf dan menyerahkan uangnya”.

Baca Juga: Presiden Jokowi: Pemerintah Terus Dorong Penyaluran BLT BBM di Seluruh Indonesia

Namun, baik Mitsubishi Heavy dan Nippon Steel telah menolak untuk mematuhi keputusan tersebut, dengan pemerintah Jepang bersikeras bahwa masalah tersebut telah diselesaikan dalam perjanjian bilateral sebelumnya.

Lee Choon-shik, korban kerja paksa masa perang selama masa kolonial Jepang, memegang spanduk bertuliskan "Maafkan kerja paksa dan penuhi kompensasi" selama protes anti-Jepang pada Hari Pembebasan di Seoul, Korea Selatan, 15 Agustus, 2019.

Halaman:

Editor: Yulyanto

Sumber: Al Jazeera

Artikel Terkait

Terkini

X