SILANEWS - Seusai mudik Idul Fitri 1444 H di kampung halaman, kami sekeluarga langsung menonton film Buya Hamka, seorang tokoh nasional yang religius dan patriotis.
Seperti saat pemutaran perdananya di Epicentrum, Rasuna Said, Jakarta, pada 9 April 2023 yang disambut antusias, pemutaran di gedung bioskop juga ramai dihadiri penonton. Pengamatan sepintas, setidaknya setengah dari kapasitas ruangan di gedung bioskop dipenuhi penonton. Tidak sedikit penonton yang datang berombongan bersama keluarga. .
Film dibuka dengan adegan Hamka tua dibesuk istri dan ketiga anaknya di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukabumi pada tahun 1964. Tidak dikisahkan mengapa Hamka ditahan di LP, berapa usia Hamka pada saat itu dan berapa lama Hamka dipenjara.
Baca Juga: Jangan Lewatkan Film ‘Buya Hamka’ Yang Tayang Perdana 20 April 2023
Pada adegan ini diperlihatkan Hamka memeluk ketiga anaknya dan berbisik kepada salah seorang di antaranya untuk mengambil pesan tersembunyi yang ditulis di selembar kertas dan disimpan dibalik lipatan sarung belakang. Selain itu ada adegan Hamka manyantap gulai kepala ikan yang dibawakan istrinya.
Adegan kemudian flashback 31 tahun ke belakang, ke tahun 1933, tahun ketika Hamka menjadi pengurus Muhammadiyah di Makassar. Di tengah mengurus Muhammadiyah di Makassar, Hamka mendapat tawaran untuk memimpin surat kabar Pedoman Masyarakat di Medan.
Awalnya Hamka ragu menerima tawaran tersebut karena Pedoman Masyarakat masih baru. Namun atas saran istrinya, Hamka pun kemudian memutuskan untuk menerima tawaran mengelola Pedoman Masyarakat dan pindah ke Medan. Di sana Hamka dapat mengembangkan Pedoman Masyarakat dan berdakwah lebih luas lagi. Sementara istri dan anaknya menetap di kampung halamannya di Padang Panjang.
Baca Juga: Mengenang 41 Tahun Wafatnya Buya Hamka dan Jejak Seorang Ulama Besar
Sama seperti di Makassar, di Medan pun, Hamka aktif menjadi pengurus Muhammadiyah yaitu Muhammadiyah Sumatera Timur.
Sebagai pemimpin surat kabar, Hamka kerap berhadapan dengan pemerintah Belanda karena berita-berita yang dimuat dipandang menghasut masyarakat untuk melawan Belanda.
Ketika Pemerintahan Belanda dikalahkan Jepang di tahun 1942, Hamka kemudian menghadapi pemerintahan Jepang. Namun ketika Hamka mendekati Jepang untuk menghindari banyaknya ulama yang ditindas, ia justru dianggap sebagai pengkhianat dan difitnah menerima suap. Akibatnya Hamka pun dimusuhi dan diminta mengundurkan diri dari jabatanya sebagai pengurus Muhammadiyah.
Baca Juga: Ketika Hari Raya Idul Fitri Tahun 1947 juga Bertepatan Dengan 17 Agustus
Hamka pun kemudian kembali ke Padang Panjang dan diterima oleh masyarakat disana dengan tangan terbuka. Di kampung halamannya, Hamka kembali berdakwah di masjid-masjid dan di berbagai kesempatan.
Adegan kemudian bergerak ke suasana tahun 1945-1947 dimana Hamka dan keluarganya serta seluruh masyarakat mengetahui bahwa Indonesia telah menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Hamka dan seluruh masyarakat di sekitarnya sangat mendukung kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan oleh Sukarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Artikel Terkait
Mengenang Buya Syafii Maarif, Wapres KH Ma’ruf Amin: Beliau Sosok Ulama Terbaik dan Guru Bangsa
Ketum PP Muhammadiyah Ajak Menteri BUMN Lanjutkan Pemikiran Besar Buya Prof Ahmad Syafii Maarif
41 Tahun Wafatnya Buya HAMKA, Sepercik Kenangan dari Direktur BPIP
Mengenal Sosok Ayahanda Gubernur Sumbar, Buya Mahyeldi, Yang Peduli Dengan Pendidikan Anak