SILANEWS - Tumpeng kerap lekat dengan adat dan budaya Jawa, lengkap dengan aneka pemahaman mengenai Kejawen.
Padahal selain di Jawa, dan di pemukiman-pemukiman Jawa di belahan dunia manapun, tumpeng sejak lama juga digunakan oleh warga Bali dan Madura.
Tetapi dalam perkembangannya, makna-filosofi maupun perlambang bentuk-asal usul bahan-warna dan lain sebagainya dalam tumpeng dapat pula diubah menjadi Islami.
Baca Juga: Ke Banyuwangi Kurang Lengkap Tanpa Oleh-Oleh dari Gang Sempit di Kampung Mandar
Tumpeng (Jw) merupakan kependekan dari “tumapaking penguripan-tumindak lempeng tumuju Pangeran” yang artinya ‘penerapan penghidupan dan perilaku lurus tertuju kepada Sang Khalik’.
Bentuk kerucut tumpeng secara Islami dapat dipahami seperti itu. Atau dengan kata lain, berkiblatlah kepada pemikiran bahwa kehidupan manusia itu harus menuju jalan Allah
Tumpeng demikian tentunya harus didapatkan dari dan menggunakan bahan yang halalan toyibah, serta digunakan untuk kepentingan yang baik pula.
Nasi tumpeng dapat dibuat dengan bahan dasar nasi kuning, nasi putih, atau nasi uduk. Besar-kecilnya tergantung berapa orang yang hendak menyantapnya. Bahkan ada tumpeng kecil yang setara satu porsi nasi.
Artikel Terkait
Pasar Seni Ancol Gelar Pameran Tunggal Lukisan Amor Pandawa Lima, 17 Juli - 1 Agustus 2022
Muhammadiyah Ajak Anggotanya Untuk Jihad Budaya
Ulama Ingatkan Bahaya Unggah Amal Kebijakan Sendiri di Medsos
Luluskan Wisudawan Non Muslim, UIN Mataram Tunjukkan Bukti Konkrit Praktek Moderasi Beragama
Keraton Yogyakarta dan Universitas Wesleyan AS Sepakati Pertukaran Guru Tari dengan Guru Orkestra Musik